PETIK LAUT MUNCAR

                            





Petik Laut
Taukah anda ??
Dalam tiap bulan Muharam atau Syuro (dalam kalender Jawa), di daerah jawa khusunya di Banyuwangi bukan hanya petani, nelayan pun menggelar ritual untuk memohon berkah atas rezeki dan keselamatan yang dinamakan Petik Laut. Waktu pelaksanaan petik laut tiap tahun berubah karena berdasarkan kalender Qamariah dan kesepakatan pihak nelayan. Biasanya digelar saat bulan purnama, karena nelayan tidak melaut, mengingat pada
saat itu terjadi air laut pasang.
Tujuan utama diadakannya ritual petik laut adalah untuk untuk memohon berkah rezeki dan keselamatan sekaligus ungkapan terima kasih
kepada Tuhan. Ada beberapa daerah di Banyuwangi yang melaksanakan ritual ini namun kita akan sharing ritual yang ada di daerah Muncar saja. Daerah yang terletak sekitar 35 kilometer dari kota Banyuwangi dan merupakan penghasil ikan terbesar kedua di indonesia ini, berkembang sebuah ritual yang penuh mistik yang terkenal dengan nama Petik Laut. Ritual ini hadir setelah ada pengaruh dari warga Madura yang terkenal sebagai pelaut. Tak mengherankan, jika petik laut selalu dipenuhi ornamen suku Madura. Salah satunya, seragam pakaian Sakera, baju hitam dan membawa clurit, simbol kebesaran warga Madura
yang pemberani. Seragam Sakera tersebut disiapkan khusus untuk
upacara dan hanya dipakai sekali, jika ada upacara adat lain atau petik laut tahun depan, seragam harus dibuat lagi ,demi ke-sakralan upacara. Petugas Sakera pun dipilih yang berbadan besar. Biasanya mereka berpenampilan sangar dan angker. Dengan kumis tebal dan gelang
besar, Sakera juga diharuskan berpenampilan lucu. Sakera juga menjadi pengaman jalanya ritual. Mereka selalu berjalan di depan mengawal sesaji dari lokasi upacara ke tengah laut. Mereka mengatur warga yang ingin berebut naik perahu. Sakera mirip Pecalang di Bali. Sesepuh adat juga mengenakan baju Sakera, serba hitam. Bagian dalam kaus loreng merah putih. Udengnya batik merah tua.
Bagi nelayan Muncar, petik laut adalah perhelatan besar yang tidak boleh ditinggalkan. Hari yang dipilih bulan purnama, tepat tanggal 15 dalam kalender Jawa.
Prosesi Ritual Petik Laut
Ritual diawali pembuatan sesaji oleh sesepuh nelayan. Mereka adalah keturunan warga Madura yang sudah ratusan tahun turun-temurun mendiami pelabuhan Muncar. Disiapkan perahu kecil ( perahu sesaji ) dibuat seindah mungkin mirip kapal nelayan yang biasa digunakan melaut. Pada malam harinya, di tempat perahu
untuk sesaji dipersiapkan dilakukan tirakatan. Di beberapa surau atau rumah diadakan pengajian atau semaan sebelum perahu sesaji dilarung ke laut. Perahu diisi puluhan jenis hasil bumi dan makanan yang seluruhnya dimasak keluarga sesepuh adat. Jenis makanannya adalah berbagai jajanan, nasi tumpeng dan buah-buahan, ditata rapi di perahu kecil tadi. Sesaji yang sudah jadi disebut gitek.
Pada hari yang ditentukan, ratusan nelayan berkumpul di rumah sesepuh adat sejak pagi. Mereka menggunakan baju khas Madura sambil membawa senjata clurit. Menjelang siang, sesaji
diarak menggunakan dokar menuju pantai. Sepanjang iring-iringan, dua penari Gandrung ikut mendampingi. Bunyi gamelan Gandrung mengalun indah. Nelayan menari sambil mengacungkan senjata cluritnya. Di depannya, dukun membawa abu
kemenyan. Sambil melantunkan doa, dukun menyebarkan beras kuning simbol tolak bala. Ribuan warga berdiri di sepanjang jalan mengamati perjalanan sesaji ( ider bumi ). Begitu
lewat, warga berhamburan mengikuti di belakang menuju pantai. Arak-arakan berakhir di tempat pelelangan ikan ( TPI ), yang dihadiri jajaran
Muspida Banyuwangi dan pejabat setempat. Sesaji tiba disambut enam penari Gandrung. Setelah doa, sesaji diarak menuju perahu. Warga berebut untuk bisa naik perahu pengangkut sesaji. Namun, petugas membatasi penumpang yang ikut ke tengah.
Sebelum diberangkatkan, kepala daerah diwajibkan memasang pancing emas di lidah kepala kambing. Ini simbol permohonan nelayan agar diberi hasil ikan melimpah.
Menjelang tengah hari, iring-iringan perahu bergerak ke laut. Bunyi mesin diesel menderu membelah ombak. Suara gemuruh lewat sound-system menggema di tiap perahu. Dari kejauhan barisan perahu berukuran besar bergerak kencang. Hiasan umbul-umbul berkibar menambah suasana makin sakral. Begitu padatnya perahu yang bergerak, sempat terjadi
beberapa kali tabrakan kecil. Iring-iringan berakhir di sebuah lokasi berair
tenang, dekat semenanjung Sembulungan. Kawasan ini sering disebut Plawangan. Seluruh perahu berhenti sejenak. Dipimpin sesepuh
nelayan, sesaji pelan-pelan diturunkan dari perahu. Teriakan syukur menggema begitu sesaji jatuh dan tenggelam ditelan ombak. Begitu sesaji tenggelam, para nelayan berebut
menceburkan diri ke laut. Mereka berebut mendapatkan sesaji. Nelayan juga menyiramkan air yang dilewati sesaji ke seluruh badan perahu. Ini dipercaya menjadi pembersih malapetaka dan diberkati ketika melaut. Dari Plawangan, iring-iringan perahu bergerak menuju Sembulungan. Di tempat ini, nelayan
kembali melarung sesaji ke dua kalinya. Hanya saja jumlahnya lebih sedikit. Sebuah sesaji ditempatkan di nampan bambu dilarung pelan-
pelan. Konon ini memberikan persembahan bagi penunggu tanjung Sembulungan. Selesai larung sesaji, pesta nelayan dilanjutkan di
pantai Sembulungan. , ke Makam Sayid Yusuf, beliau adalah orang pertama yang membuka daerah tersebut. Disinilah biasanya tari Gandrung dan gending-gending klasik suku Using di pentaskan, hingga sore hari. Di tempat ini para nelayan juga mempersembahkan sesaji. Ritual
diakhiri selamatan dan doa bersama.
Ritual petik laut wajib menghadirkan dua penari Gandrung yang masih perawan. Konon, ini berkaitan ritual petik laut pertama kali di Tanjung
Sembulungan. Kala itu, seorang penari Gandrung mendadak meninggal dan dimakamkan di pinggir pantai. Sejak itu, petik laut wajib menghadirkan
penari Gandrung. Memilih penari Gandrung yang berani ikut ke tengah laut dan mendampingi sesaji tidak gampang dan melalui seleksi khusus.
Gandrung yang ikut mengarak sesaji hanya boleh sekali diundang. Tahun berikutnya akan diganti
Gandrung lain. Di sepanjang perjalanan, di atas perahu penari terus melenggang diiringi gamelan. Mereka
melantunkan gending-gending Using. Isinya ungkapan suka-cita perayaan petik laut. Puluhan nelayan yang mengiringi gandrung ikut menari di
atas perahu.
Waw sungguh Ritual yang penuh makna dari awal sampai akhir, inilah salah satu kekayaan yang dimiliki Banyuwangi, budaya, sejarah dan laut melebur menjadi satu. Tak salah kalau wisata laut ini sangat sepcial, dan luarbiasa. Jadi bagi sobat yang ingin melihat secara langsung acara ini silakan datang ke Banyuwangi sesuai kalender yang disebutkan di atas.
                    
perahu kecil yang isinya cuma buah-buahan,kepala kambing,ayam,serta perhiasan.

Komentar

Posting Komentar